SUATU hari Erin Cipta (40) penulis, penggerak
literasi sekaligus mantan buruh migran asal Desa Karangjati, Kecamatan
Sampang, Cilacap baru menyadari anaknya telah mahir menyanyikan lagu
Korea. Padahal anaknya tak pernah terlihat belajar khusus apalagi
diajari olehnya. Namun kekuatan internet, membuat rumah yang setiap hari
menjadi markas interaksi buku dan anak-anak itupun bisa tertembus.
"Ternyata anak saya suka K-Pop karena interaksinya dengan internet lewat gadget. Maka sayapun terdorong untuk tahu dan mencari tahu tentang itu meski tertatih-tatih belajar agar saya tetap bisa mendampingi dan mengawasi mereka," ujar perempuan penerima Penghargaan Merit Award di Taiwan Literature Award for Migrant 2014 dan 2015 saat menjadi buruh migran di Taiwan.
Ingin brand dan produk Anda dipromosikan oleh influencer di social media? Langsung saja ke influencer marketing zürich sekarang juga
Beruntung, paparan pengaruh internet di rumah Erin Cipta ini masih terbilang wajar. Ia tak bisa membayangkan betapa menderitanya orang tua yang anaknya telah terpapar dampak buruk internet, baik dari sisi kesehatan fisik, mental hingga paparan paham radikalisme.
Terkait hal itulah, Erin menilai budaya melek buku dan literasi digital sangat penting di lingkungan keluarga. Sebagai 'sekolah pertama' anak-anak, keluarga tak bisa membendung kekuatan internet untuk diakses anak-anak. Melek teknologi informasi menjadi bekal bagi orang tua sebagai 'guru pertama' dan pendamping anak-anak di lingkungan keluarga.
"Jangan melarang anak untuk tidak memakai gadget, tapi batasi penggunaanya dengan kompromi dan komunikasi yang intens dengan mereka. Literasi digital sangat penting untuk 'parental control' atau pengawasan orang tua kepada anak," jelas perempuan yang tergabung dalam Pustaka Bergerak Indonesia (PBI), jejaring komunitas pegiat literasi nasional yang intens mengampanyekan literasi dan mengirim buku ke berbagai wilayah nusantara.
Keluarga harus mengetahui tahapan mengelola informasi yang cocok untuk anak. Penggunaan aplikasi pembatasan akses konten internet menjadi salah satu upaya anak bisa mengakses konten yang layak dan tepat untuk seusia mereka. Namun yang paling penting adalah komunikasi yang intens dari orang tua kepada anak.
"Batasi penggunaan gadget melalui kompromi dibangun dengan komunikasi dan pendampingan. Tunjukan kepada mereka yang boleh mereka tonton. Tapi jangan katakan apa yang tidak boleh untuk anak, karena itu berarti justru menunjukkan hal itu kepada mereka," ujar ibu dari Elok (13) dan Embun (10) ini.
Tantangan orang tua menghadapi era tsunami informasi memang besar. Apalagi daya belajar anak untuk memanfaatkan internet cukup cepat. Tsunami informasi yang menampung berbagai hal baik buruk informasi juga tak bisa dibendung dan setiap saat bisa dikonsumsi siapapun. Makanya pendampingan orang tua sangat penting untuk mengarakan dan mendorong pemanfaatan teknologi komunikasi dan informatika ini untuk anak secara positif.
"Anak sekarang sudah semakin mahir menggunakan internet. Anak saya saja, ketika akan menghadapi ujian akhir sekolah ia sudah bisa mencari sendiri situs semacam ruangguru atau lainnya sebagai bagian pembelajaran akademik," ujar penulis novel Carlos ini.
Dikelilingi Buku
Dengan intensitas komunikasi dan pendampingan dari orang tua, segala aktivitas anak dalam menggunakan gadget akan terpantau. Komunikasi literasi digital ini bisa dimulai dengan memberikan arahan kepada anak, mendengarkan anak tentang apa yang diakses hingga mendiskusikan berbagai hal bersama anak.
"Jadi dengan saling mendengar, membaca dan memahami, orang tua dan anak akan saling terhubung dan beriteraksi. Jangan sampai melepas komunikasi dengan anak-anak. Karena dengan itu, kita bisa mengerti dan memahami apa yang mereka cari," kata perempuan penggerak Gerakan Masyarakat
Sadar Baca dan Sastra wilayah Cilacap ini.
Selain membudayakan literasi digital di lingkungan keluarga, Erin tetap memandang penting literasi baca tulis secara fisik. Untuk itulah, ia terus menciptakan lingkungan dengan iklim literasi yang baik. Keteladanan dan peran aktif orang tua sebagai guru dan sahabat bagi anak-anak juga harus terus dilaksanakan.
"Kami di rumah, membiasakan anak-anak untuk selalu dikelilingi oleh buku-buku. Ketika bepergian, oleh-oleh wajibnya adalah buku yang sesuai dengan usia mereka. Jadi ciptakan agar mereka tidak lari dari buku," ujar perempuan yang pernah bekerja dua tahun sebagai perawat lansia di Taiwan dan menyelakan diri untuk membaca dan menulis buku.
Bagi Erin, buku dan bacaan yang jelas sumber referensinya dinilai cukup penting bagi anak-anak. Apalagi seluruh informasi, pengetahuan dan pengamalan di tengah tsunami informasi di jagat maya tak seluruhnya terverifikasi dan terakurasi dengan jelas. Makanya keberadaan literasi baca tulis di tengah keluarga melalui buku juga cukup penting.
Liverpool sukses mengalahkan KRC Genk dengan skor tipis 2-1 dalam laga matchday keempat fase grup Liga Champions 2019-20 yang dihelat di Anfield, Rabu (6/11/2019) dini hari WIB. agen judi ada hadiahnya.
"Makanya membaca buku juga tetap penting. Sementara kita juga harus pandai mengelola informasi dari dunia maya apalagi media sosial. Untuk itulah, literasi buku dan digital sangat penting untuk menjaga kewarasan dan kepekaan keluarga dan generasi penerus kita," ujar pengajar ekstrakulikuler Kelas Literasi dan Pengembangan Diri di sejumlah sekolah di Cilacap ini.
![DAMPINGI ANAK: Erin Cipta, pegiat literasi mendampingi anak-anak di sekolah dan perpustakaan di rumahnya di Karangjati, Sampang, Cilacap untuk giat membaca buku. (suaramerdeka.com / dok)](https://www.suaramerdeka.com/storage/./images/2019/09/27/27iliterasi-dok-bms-5d8e07e57adfe.jpg)
"Ternyata anak saya suka K-Pop karena interaksinya dengan internet lewat gadget. Maka sayapun terdorong untuk tahu dan mencari tahu tentang itu meski tertatih-tatih belajar agar saya tetap bisa mendampingi dan mengawasi mereka," ujar perempuan penerima Penghargaan Merit Award di Taiwan Literature Award for Migrant 2014 dan 2015 saat menjadi buruh migran di Taiwan.
Ingin brand dan produk Anda dipromosikan oleh influencer di social media? Langsung saja ke influencer marketing zürich sekarang juga
Beruntung, paparan pengaruh internet di rumah Erin Cipta ini masih terbilang wajar. Ia tak bisa membayangkan betapa menderitanya orang tua yang anaknya telah terpapar dampak buruk internet, baik dari sisi kesehatan fisik, mental hingga paparan paham radikalisme.
Terkait hal itulah, Erin menilai budaya melek buku dan literasi digital sangat penting di lingkungan keluarga. Sebagai 'sekolah pertama' anak-anak, keluarga tak bisa membendung kekuatan internet untuk diakses anak-anak. Melek teknologi informasi menjadi bekal bagi orang tua sebagai 'guru pertama' dan pendamping anak-anak di lingkungan keluarga.
"Jangan melarang anak untuk tidak memakai gadget, tapi batasi penggunaanya dengan kompromi dan komunikasi yang intens dengan mereka. Literasi digital sangat penting untuk 'parental control' atau pengawasan orang tua kepada anak," jelas perempuan yang tergabung dalam Pustaka Bergerak Indonesia (PBI), jejaring komunitas pegiat literasi nasional yang intens mengampanyekan literasi dan mengirim buku ke berbagai wilayah nusantara.
Keluarga harus mengetahui tahapan mengelola informasi yang cocok untuk anak. Penggunaan aplikasi pembatasan akses konten internet menjadi salah satu upaya anak bisa mengakses konten yang layak dan tepat untuk seusia mereka. Namun yang paling penting adalah komunikasi yang intens dari orang tua kepada anak.
"Batasi penggunaan gadget melalui kompromi dibangun dengan komunikasi dan pendampingan. Tunjukan kepada mereka yang boleh mereka tonton. Tapi jangan katakan apa yang tidak boleh untuk anak, karena itu berarti justru menunjukkan hal itu kepada mereka," ujar ibu dari Elok (13) dan Embun (10) ini.
Tantangan orang tua menghadapi era tsunami informasi memang besar. Apalagi daya belajar anak untuk memanfaatkan internet cukup cepat. Tsunami informasi yang menampung berbagai hal baik buruk informasi juga tak bisa dibendung dan setiap saat bisa dikonsumsi siapapun. Makanya pendampingan orang tua sangat penting untuk mengarakan dan mendorong pemanfaatan teknologi komunikasi dan informatika ini untuk anak secara positif.
"Anak sekarang sudah semakin mahir menggunakan internet. Anak saya saja, ketika akan menghadapi ujian akhir sekolah ia sudah bisa mencari sendiri situs semacam ruangguru atau lainnya sebagai bagian pembelajaran akademik," ujar penulis novel Carlos ini.
Dikelilingi Buku
Dengan intensitas komunikasi dan pendampingan dari orang tua, segala aktivitas anak dalam menggunakan gadget akan terpantau. Komunikasi literasi digital ini bisa dimulai dengan memberikan arahan kepada anak, mendengarkan anak tentang apa yang diakses hingga mendiskusikan berbagai hal bersama anak.
"Jadi dengan saling mendengar, membaca dan memahami, orang tua dan anak akan saling terhubung dan beriteraksi. Jangan sampai melepas komunikasi dengan anak-anak. Karena dengan itu, kita bisa mengerti dan memahami apa yang mereka cari," kata perempuan penggerak Gerakan Masyarakat
Sadar Baca dan Sastra wilayah Cilacap ini.
Selain membudayakan literasi digital di lingkungan keluarga, Erin tetap memandang penting literasi baca tulis secara fisik. Untuk itulah, ia terus menciptakan lingkungan dengan iklim literasi yang baik. Keteladanan dan peran aktif orang tua sebagai guru dan sahabat bagi anak-anak juga harus terus dilaksanakan.
"Kami di rumah, membiasakan anak-anak untuk selalu dikelilingi oleh buku-buku. Ketika bepergian, oleh-oleh wajibnya adalah buku yang sesuai dengan usia mereka. Jadi ciptakan agar mereka tidak lari dari buku," ujar perempuan yang pernah bekerja dua tahun sebagai perawat lansia di Taiwan dan menyelakan diri untuk membaca dan menulis buku.
Bagi Erin, buku dan bacaan yang jelas sumber referensinya dinilai cukup penting bagi anak-anak. Apalagi seluruh informasi, pengetahuan dan pengamalan di tengah tsunami informasi di jagat maya tak seluruhnya terverifikasi dan terakurasi dengan jelas. Makanya keberadaan literasi baca tulis di tengah keluarga melalui buku juga cukup penting.
Liverpool sukses mengalahkan KRC Genk dengan skor tipis 2-1 dalam laga matchday keempat fase grup Liga Champions 2019-20 yang dihelat di Anfield, Rabu (6/11/2019) dini hari WIB. agen judi ada hadiahnya.
"Makanya membaca buku juga tetap penting. Sementara kita juga harus pandai mengelola informasi dari dunia maya apalagi media sosial. Untuk itulah, literasi buku dan digital sangat penting untuk menjaga kewarasan dan kepekaan keluarga dan generasi penerus kita," ujar pengajar ekstrakulikuler Kelas Literasi dan Pengembangan Diri di sejumlah sekolah di Cilacap ini.
Meningkatnya
perkembangan sektor teknologi informasi dan komunikasi adalah salah satu
bentuk dari fenomena globalisasi. Globalisasi tidak hanya terjadi dalam
lingkup masalah alam tapi juga masalah sosial, terkait kebutuhan bagi
kelangsungan hidup manusia.
Hadirnya internet yang menandai kemapanan sektor teknologi informasi
ternyata mampu memenuhi segala kebutuhan manusia dengan mudah.
Bantuan akses internet dalam kehidupan telah menandai permulaan era
digital yang serba praktis. Penggunaannya yang meluas di seluruh dunia
ini memenuhi segala kebutuhan manusia dengan sangat mudah dan cepat.
Terutama untuk saling berkomunikasi, bekerja dan memenuhi kebutuhan
informasi.
Jumlah pengguna internet pada 2019 di Indonesia menurut APJII (Asosiasi
Penyelenggara Jasa Internet Indonesia) dibandingkan tahun sebelumnya.
Menurut mereka, jika tahun 2018 pengguna internet Indonesia adalah
sebanyak 143 juta, pada 2019 sudah tembus 150 juta penduduk.
Meluasnya penggunaan internet diberbagai lapisan masyarakat tak bisa
menampik bahwasannya gadget yang terkoneksi padanya seakan membutakan
manusia tentang pandangan membaca buku. APJII juga merilis bahwa waktu
akses internet per hari penduduk Indonesia adalah 8 jam 36 menit.
Secara acak mereka lakukan 3 jam berselancar di medsos, 2 jam lihat
video, 1 jam streaming musik. Selebihnya bisa jadi berkepentingan untuk
bisnis dan akses informasi lainnya
Jika mencerna data APJII tersebut, bisa disimpulkan bahwa mayoritas
penduduk Indonesia telah menghabiskan sepertiga harinya dengan
penggunaan internet. Di antara hasil survey tertinggi penggunaan adalah
untuk akses ke video dan musik daripada situs-situs baca. Berarti
masyarakat Indonesia kebanyakan lebih menyukai musik dan tontonan
dibandingkan dengan bacaan.
Berdasarkan data Most Littered Nation In the World yang dilakukan oleh
Central Connecticut State University (CCSU) pada Maret 2016 lalu, hasil
untuk Indonesia sangat mengecewakan. Studi untuk mencari tahu seberapa
tinggi minat baca negara-negara di dunia ini menyatakan bahwa Indonesia
menduduki peringkat ke-60 dari 61 negara.
Dalam studi tersebut, Indonesia persis berada di bawah Thailand (urutan
59) dan di atas Botswana (61).
Kebanyakan dari mereka tidak bisa menyadari bahwa sebenarnya bertemu
secara langsung dan membaca buku merupakan kegiatan yang sangat
menyenangkan. Banyak ilmu menarik yang tidak kita dapatkan melalui dunia
internet.
Kita bisa merenungi sejarah yang telah terjadi dimasa lampau. Ketika
abad pencerahan atau Rennaissance, eropa menyadari bahwa mereka telah
tenggelam dalam ketidaktahuan yang gelap gulita. Periode ini juga juga
membuka wawasan mereka akan dunia eksplorasi.
Periode inilah awal mula mengapa orang barat suka membaca buku. Karena
buku adalah sumber ilmu dan wawasan.
Alhasil mereka mulai banyak mengimpor ilmu pengetahuan melalui buku-buku
warisan kekhalifahan Islam. Bacaan-bacaan tersebut melahirkan
perkembangan dan penemuan-penemuan baru. Penemuan tersebut memudahkan
mereka menciptakan ilmu navigasi dan pelayaran, ilmu membuat peta, dan
banyak orang berlomba-lomba menjadi explorer demi menjelajah lautan dan
mencari hal-hal baru.
Memang benar bahwa dengan internet, akses informasi adalah tanpa batas.
Artinya seseorang dapat mencari segala jenis informasi yang mereka
inginkan dengan sebuah mesin pencari.
Namun perlu diingat, terkadang dengan ragam informasi yang tersebar kita
sering tidak fokus untuk mendalami satu pokok bahasan. Jika ada judul
yang lebih menggugah, biasanya kita akan terburu-buru untuk mengkliknya.
Apabila terus menerus seperti ini, maka seseorang hanya sebatas tahu
bukan paham secara mendalam.
Lain cerita dengan buku. Informasi yang tersaji didalamnya akan dibahas
satu persatu secara terperinci. Pembaca diajak untuk tahu dan mengerti
perlahan sehingga ia mampu menguasai sebuah pembahasan sesuai judul atau
tema buku tersebut.
Tidak hanya informasi terkait lmu pengetahuan. Informasi terkait hiburan
pun sama. Jika kita berkutat dengan sebuah buku misalanya novel, komik
atau majalah maka kita cenderung ingin menyelesaikan bagian akhirnya.
Selain tahu bagaimana alurnya tanpa banyak gangguan, kita sebagai
pembaca akan lebih mudah mengingat detail tertentu.
Misalnya ketika jayanya peradaban Islam, terutama pada Dinasti
Abbasyiah. Kala itu perkembangan ilmu pengetahuan sangat pesat. Mereka
dikelilingi oleh kaum terpelajar seperti para ahli filosofi, astronomi,
ahli fiqh, ahli hadits, matematikawan, dan dokter. Bahkan mereka tidak
ahli pada satu bidang saja.
Pada zaman itu, seperti orang barat saat ini, orang membaca buku
filsafat karena dia suka filsafat walaupun dia tidak kuliah di jurusan
filsafat. Orang membaca buku psikologi karena dia tertarik psikologi
manusia dan ingin memahami sifat bawaan manusia. Bukan seperti sdi
Indonesia yang saat dia butuh atau terpaksa baru ia kemudian membaca
buku.
Mereka mengkaji semua ilmu yang mereka minati melalui buku. Bahkan
setelah menguasai ilmu tersebut, mereka menuangkannya pemikirannya
kembali dengan menuliskan buku/kitab baru.
Maka dari itu membaca buku amatlah penting. Saking pentingnya, anak-anak
Finlandia sudah dijejali buku yang memancing antusiasme sejak kecil.
Ini terus dilakukan hingga mereka ketagihan. Pada usia yang sangat dini
tersebut dianggap sebagai waktu paling kritis dalam belajar. Di saat itu
jugalah otak anak sedang berkembang pesat.
Walaupun mereka juga menonton TV, ternyata budaya membaca pada anak-anak
juga dikemas dengan baik. Biasanya, stasiun TV di sana menyiarkan
program berbahasa asing dengan teks terjemahan dalam bahasa Finish.
Dengan begitu, anak-anak akan tetap membaca saat menonton TV.
Pun dengan Jepang. Bila mengunjungi negeri sakura ini, tak akan heran
jika di kereta sebagian besar penumpangnya sedang membaca buku. Kegiatan
membaca ini dilakukan baik duduk, maupun berdiri. Sangat berbeda dengan
kita yang cenderung asyik mengobrol karena lebih berbudaya tutur
ketimbang baca.
Bukan sebatas itu saja, Jepang pun pandai membuat masyarakatnya gemar
membaca. Salah satu strategi yang dijalankan adalah banyak penerbit yang
membuat manga untuk materi kurikulum sekolah seluruh jenjang. Mulai
dari pelajaran Biologi, Bahasa, Sejarah, dan sebagainya, seluruhnya
ditampilkan semenarik mungkin agar minat membaca meningkat.
Melihat contoh fenomena dari dua negara maju tersebut, bisa diambil
kesimpulan bahwa budaya membaca buku bukan sepenuhnya tanggungjawab
setiap individu. Ada beberapa kriteria untuk mencari tahu seberapa
tinggi atau rendahnya tingkat minat membaca negara-negara di dunia.
Menurut informasi pada situs web CCSU di antaranya adalah perpustakaan,
peredaran surat kabar, pemerataan pendidikan, dan ketersediaan komputer.
Perlu ada pembenahan berbagai sektor untuk meningkatkan kemapanan
kriteria-kriteria ini.
Penyelenggaraan acara festival atau bazaar buku seperti yang
dilaksanakan baru-baru ini di Bandung hingga awal Juli diharapkan mampu
mendekatkan buku pada masyarakat. Acara festival atau bazaar buku yaitu
penyajikan berbagai agenda mengenai buku, mulai dari pameran, bedah buku
hingga pasar buku murah. Memang sekejap dan seperti sekedar tren saja,
tapi ini merupakan salah satu bentuk usaha pendekatan pada masyarakat.
Buku adalah jendela dunia. Artinya, barang ini merupakan sumber ilmu.
Relevansinya kini tidak pernah memudar walaupun arus informasi sudah
bergeser dari cetak ke digital. Kegiatan membaca dapat membuka wawasan
seluas-luasnya.
Dengan membiasakannya, kita dapat mengetahui segala informasi yang
dibutuhkan. Kegiatan ini memang sebuah proses, bukan sesuatu yang instan
dan hasilnya bisa langsung dinikmati.
Fathini Sabrina Azzahra
---------
Artikel ini sudah Terbit di AyoBandung.com, dengan Judul Pentingnya Literasi Buku, pada URL https://www.ayobandung.com/read/2019/06/29/56396/pentingnya-literasi-buku
Penulis: Redaksi AyoBandung.Com
Editor : Redaksi AyoBandung.Com
---------
Artikel ini sudah Terbit di AyoBandung.com, dengan Judul Pentingnya Literasi Buku, pada URL https://www.ayobandung.com/read/2019/06/29/56396/pentingnya-literasi-buku
Penulis: Redaksi AyoBandung.Com
Editor : Redaksi AyoBandung.Com
Meningkatnya
perkembangan sektor teknologi informasi dan komunikasi adalah salah satu
bentuk dari fenomena globalisasi. Globalisasi tidak hanya terjadi dalam
lingkup masalah alam tapi juga masalah sosial, terkait kebutuhan bagi
kelangsungan hidup manusia.
Hadirnya internet yang menandai kemapanan sektor teknologi informasi
ternyata mampu memenuhi segala kebutuhan manusia dengan mudah.
Bantuan akses internet dalam kehidupan telah menandai permulaan era
digital yang serba praktis. Penggunaannya yang meluas di seluruh dunia
ini memenuhi segala kebutuhan manusia dengan sangat mudah dan cepat.
Terutama untuk saling berkomunikasi, bekerja dan memenuhi kebutuhan
informasi.
Jumlah pengguna internet pada 2019 di Indonesia menurut APJII (Asosiasi
Penyelenggara Jasa Internet Indonesia) dibandingkan tahun sebelumnya.
Menurut mereka, jika tahun 2018 pengguna internet Indonesia adalah
sebanyak 143 juta, pada 2019 sudah tembus 150 juta penduduk.
Meluasnya penggunaan internet diberbagai lapisan masyarakat tak bisa
menampik bahwasannya gadget yang terkoneksi padanya seakan membutakan
manusia tentang pandangan membaca buku. APJII juga merilis bahwa waktu
akses internet per hari penduduk Indonesia adalah 8 jam 36 menit.
Secara acak mereka lakukan 3 jam berselancar di medsos, 2 jam lihat
video, 1 jam streaming musik. Selebihnya bisa jadi berkepentingan untuk
bisnis dan akses informasi lainnya
Jika mencerna data APJII tersebut, bisa disimpulkan bahwa mayoritas
penduduk Indonesia telah menghabiskan sepertiga harinya dengan
penggunaan internet. Di antara hasil survey tertinggi penggunaan adalah
untuk akses ke video dan musik daripada situs-situs baca. Berarti
masyarakat Indonesia kebanyakan lebih menyukai musik dan tontonan
dibandingkan dengan bacaan.
Berdasarkan data Most Littered Nation In the World yang dilakukan oleh
Central Connecticut State University (CCSU) pada Maret 2016 lalu, hasil
untuk Indonesia sangat mengecewakan. Studi untuk mencari tahu seberapa
tinggi minat baca negara-negara di dunia ini menyatakan bahwa Indonesia
menduduki peringkat ke-60 dari 61 negara.
Dalam studi tersebut, Indonesia persis berada di bawah Thailand (urutan
59) dan di atas Botswana (61).
Kebanyakan dari mereka tidak bisa menyadari bahwa sebenarnya bertemu
secara langsung dan membaca buku merupakan kegiatan yang sangat
menyenangkan. Banyak ilmu menarik yang tidak kita dapatkan melalui dunia
internet.
Kita bisa merenungi sejarah yang telah terjadi dimasa lampau. Ketika
abad pencerahan atau Rennaissance, eropa menyadari bahwa mereka telah
tenggelam dalam ketidaktahuan yang gelap gulita. Periode ini juga juga
membuka wawasan mereka akan dunia eksplorasi.
Periode inilah awal mula mengapa orang barat suka membaca buku. Karena
buku adalah sumber ilmu dan wawasan.
Alhasil mereka mulai banyak mengimpor ilmu pengetahuan melalui buku-buku
warisan kekhalifahan Islam. Bacaan-bacaan tersebut melahirkan
perkembangan dan penemuan-penemuan baru. Penemuan tersebut memudahkan
mereka menciptakan ilmu navigasi dan pelayaran, ilmu membuat peta, dan
banyak orang berlomba-lomba menjadi explorer demi menjelajah lautan dan
mencari hal-hal baru.
Memang benar bahwa dengan internet, akses informasi adalah tanpa batas.
Artinya seseorang dapat mencari segala jenis informasi yang mereka
inginkan dengan sebuah mesin pencari.
Namun perlu diingat, terkadang dengan ragam informasi yang tersebar kita
sering tidak fokus untuk mendalami satu pokok bahasan. Jika ada judul
yang lebih menggugah, biasanya kita akan terburu-buru untuk mengkliknya.
Apabila terus menerus seperti ini, maka seseorang hanya sebatas tahu
bukan paham secara mendalam.
Lain cerita dengan buku. Informasi yang tersaji didalamnya akan dibahas
satu persatu secara terperinci. Pembaca diajak untuk tahu dan mengerti
perlahan sehingga ia mampu menguasai sebuah pembahasan sesuai judul atau
tema buku tersebut.
Tidak hanya informasi terkait lmu pengetahuan. Informasi terkait hiburan
pun sama. Jika kita berkutat dengan sebuah buku misalanya novel, komik
atau majalah maka kita cenderung ingin menyelesaikan bagian akhirnya.
Selain tahu bagaimana alurnya tanpa banyak gangguan, kita sebagai
pembaca akan lebih mudah mengingat detail tertentu.
Misalnya ketika jayanya peradaban Islam, terutama pada Dinasti
Abbasyiah. Kala itu perkembangan ilmu pengetahuan sangat pesat. Mereka
dikelilingi oleh kaum terpelajar seperti para ahli filosofi, astronomi,
ahli fiqh, ahli hadits, matematikawan, dan dokter. Bahkan mereka tidak
ahli pada satu bidang saja.
Pada zaman itu, seperti orang barat saat ini, orang membaca buku
filsafat karena dia suka filsafat walaupun dia tidak kuliah di jurusan
filsafat. Orang membaca buku psikologi karena dia tertarik psikologi
manusia dan ingin memahami sifat bawaan manusia. Bukan seperti sdi
Indonesia yang saat dia butuh atau terpaksa baru ia kemudian membaca
buku.
Mereka mengkaji semua ilmu yang mereka minati melalui buku. Bahkan
setelah menguasai ilmu tersebut, mereka menuangkannya pemikirannya
kembali dengan menuliskan buku/kitab baru.
Maka dari itu membaca buku amatlah penting. Saking pentingnya, anak-anak
Finlandia sudah dijejali buku yang memancing antusiasme sejak kecil.
Ini terus dilakukan hingga mereka ketagihan. Pada usia yang sangat dini
tersebut dianggap sebagai waktu paling kritis dalam belajar. Di saat itu
jugalah otak anak sedang berkembang pesat.
Walaupun mereka juga menonton TV, ternyata budaya membaca pada anak-anak
juga dikemas dengan baik. Biasanya, stasiun TV di sana menyiarkan
program berbahasa asing dengan teks terjemahan dalam bahasa Finish.
Dengan begitu, anak-anak akan tetap membaca saat menonton TV.
Pun dengan Jepang. Bila mengunjungi negeri sakura ini, tak akan heran
jika di kereta sebagian besar penumpangnya sedang membaca buku. Kegiatan
membaca ini dilakukan baik duduk, maupun berdiri. Sangat berbeda dengan
kita yang cenderung asyik mengobrol karena lebih berbudaya tutur
ketimbang baca.
Bukan sebatas itu saja, Jepang pun pandai membuat masyarakatnya gemar
membaca. Salah satu strategi yang dijalankan adalah banyak penerbit yang
membuat manga untuk materi kurikulum sekolah seluruh jenjang. Mulai
dari pelajaran Biologi, Bahasa, Sejarah, dan sebagainya, seluruhnya
ditampilkan semenarik mungkin agar minat membaca meningkat.
Melihat contoh fenomena dari dua negara maju tersebut, bisa diambil
kesimpulan bahwa budaya membaca buku bukan sepenuhnya tanggungjawab
setiap individu. Ada beberapa kriteria untuk mencari tahu seberapa
tinggi atau rendahnya tingkat minat membaca negara-negara di dunia.
Menurut informasi pada situs web CCSU di antaranya adalah perpustakaan,
peredaran surat kabar, pemerataan pendidikan, dan ketersediaan komputer.
Perlu ada pembenahan berbagai sektor untuk meningkatkan kemapanan
kriteria-kriteria ini.
Penyelenggaraan acara festival atau bazaar buku seperti yang
dilaksanakan baru-baru ini di Bandung hingga awal Juli diharapkan mampu
mendekatkan buku pada masyarakat. Acara festival atau bazaar buku yaitu
penyajikan berbagai agenda mengenai buku, mulai dari pameran, bedah buku
hingga pasar buku murah. Memang sekejap dan seperti sekedar tren saja,
tapi ini merupakan salah satu bentuk usaha pendekatan pada masyarakat.
Buku adalah jendela dunia. Artinya, barang ini merupakan sumber ilmu.
Relevansinya kini tidak pernah memudar walaupun arus informasi sudah
bergeser dari cetak ke digital. Kegiatan membaca dapat membuka wawasan
seluas-luasnya.
Dengan membiasakannya, kita dapat mengetahui segala informasi yang
dibutuhkan. Kegiatan ini memang sebuah proses, bukan sesuatu yang instan
dan hasilnya bisa langsung dinikmati.
Fathini Sabrina Azzahra
---------
Artikel ini sudah Terbit di AyoBandung.com, dengan Judul Pentingnya Literasi Buku, pada URL https://www.ayobandung.com/read/2019/06/29/56396/pentingnya-literasi-buku
Penulis: Redaksi AyoBandung.Com
Editor : Redaksi AyoBandung.Com
---------
Artikel ini sudah Terbit di AyoBandung.com, dengan Judul Pentingnya Literasi Buku, pada URL https://www.ayobandung.com/read/2019/06/29/56396/pentingnya-literasi-buku
Penulis: Redaksi AyoBandung.Com
Editor : Redaksi AyoBandung.Com
Komentar
Posting Komentar